gravatar

Gagal Hamil tak Selalu Bisa Dijelaskan

PENATALAKSANAAN infertilitas harus dilakukan pada pasangan, kesatuan biologis pasutri (pasangan suami istri).

Infertilitas merupakan gangguan sistem reproduksi yang menyerang pria dan wanita pada frekuensi hampir seimbang. Infertilitas biasanya diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan menikah, tanpa perlindungan kontrasepsi dan senggama yang teratur. Namun demikian, karena kesuburan wanita itu menurun seiring pertambahan usia, biasanya bila umur istri telah mencapai 35-40 tahun, dianjurkan diperiksa setelah nikah 6 bulan dan kalau umur di atas 40 tahun dianjurkan setelah nikah 3 bulan. Sebagai gambaran, wanita usia 20 tahun yang telah menikah kemungkinannya 76% dapat hamil pada pernikahan 12 bulan. Keadaan ini berubah pada usia 30 tahun, hanya 57% dan usia 40 tahun hanya 40% kemungkinan hamil dalam 12 bulan pertama pernikahan. Wanita usia 30 tahun atau lebih yang tidak mengalami hamil selama pernikahan 3 tahun, akan menurunkan kemampuan pembuahan, tanpa suatu intervensi medis.

Pada hakikatnya, secara teoretis ada wanita yang tidak akan/tidak mungkin hamil karena menderita cacat bawaan yang cukup berat pada sistem alat reproduksi. Kelompok kedua adalah wanita yang belum diketahui sebabnya hanya punya anak satu, kemudian menjadi steril alami. Kelompok ketiga yang mampu memiliki anak/hamil lebih dari dua anak. Sampai saat ini belum ada suatu metode yang dapat memprediksi seorang wanita bakal punya anak berapa selama hidupnya.

Penyebab infertilitas, bisa dari pria dan atau wanita atau kedua pasangan tersebut (pria dan wanita). Oleh karena itu, sangat rasional bahwa keberhasilan hamil tidak dapat dirujuk pada satu pihak saja. Itulah sebabnya penatalaksanaan infertilitas harus dilakukan pada pasangan, kesatuan biologis pasutri (pasangan suami istri).

Pada wanita, penyebab infertil antara lain kegagalan ovulasi, kelainan hormon seperti prolaktinemia, kelainan anatomi saluran telur, tumor, infeksi/radang daerah panggul, endometriosis, tuberkulosa, penyakit kelamin, sindroma polikistik, dan adekuatnya hubungan senggama suami istri. Pada pria, selain kelainan fisik juga kelainan testis, cairan semen/air mani, hormon, dan alat tubuh terkait fungsi reproduksi. Banyaknya penyebab kelainan menyebabkan banyak pula pemeriksaan yang harus dilakukan untuk mencapai apa penyebab infertilitas dan mengobatinya dengan adekuat. Namun demikian, banyak pasutri yang tidak sabar atau tidak dapat mengikuti rangkaian pemeriksaan karena ingin cepat punya anak. Bisa jadi mereka bosan atau karena alasan dana/finansial lalu menghentikannya dan selang beberapa tahun kemudian dimulai lagi, berpindah dokter. Mereka tidak menyadari bahwa menghentikan pemerikasaan yang belum tuntas akan menambah usia wanita, juga akan turut menurunkan kemampuan hamil/kesuburan.

Apabila seluruh rangkaian pemeriksaan sudah dilaksanakan dan tidak ditemukan kelainan kelamin penyebab infertil, namun upaya kehamilan tetap belum membuahkan hamil, dokter sering menyebutnya sebagai unexplained infertility (UI) atau infertilitas tak terjelaskan. Dengan demikian, diagnosis UI adalah suatu diagnosis eksklusi, yaitu setelah menilai semua pemeriksaan dalam batas normal, baru dipikirkan diagnosis UI.

Bukan vonis mati

Unexplained infertility sebagai salah satu etiologi (ilmu yang mempelajari sebab penyakit) dari infertilitas, angka kejadiannya menurun, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan demikian, apa yang dahulu masih misteri, sedikit demi sedikit mulai terdeteksi.

Dari etiologi umum sebab infertilitas oleh endometriosis, kelainan ovulasi, kelainan tuba, kelainan pria, atau kombinasi kelainan tersebut, justru unexplained infertility menempati angka 16%. Namun, angka ini mengalami penurunan beberapa tahun kemudian. Jadi, bila didiagnosis oleh dokter bahwa seseorang unexplained infertility, bukanlah vonis mati yang tidak dapat diubah. Tetaplah berupaya karena masih mempunyai kemungkinan sampai 40-80% untuk hamil spontan dalam kurun waktu 3 tahun pemantauan pemeriksaan.

Masalah utama yang menjadi kendala adalah kecemasan dan ketidakpercayaan akan hasil pemeriksaan sehingga menyulitkan dalam menyampaikan informasi logis ilmu kedokteran. Hindari kecemasan karena keadaan ini akan berdampak pada sistem hormon reproduksi yang berperan terhadap proses kehamilan.

Sebaliknya, seorang dokter tidak dapat begitu saja memutuskan diagnosis UI, sebab secara sistematis harus mengkaji ulang beberapa hal, seperti apakah semua prosedur pemeriksaan telah dilakukan menurut standar yang berlaku? Apakah pasangan pasutri telah melakukan semua prosedur pemeriksaan? Apakah telah dilakukan reevaluasi hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan?

Seorang dokter yang pasiennya menghadapi masalah UI, sebelum memberikan keputusan diagnosis harus memikirkan ulang kemungkinan misdiagnosis, khususnya terhadap endometriosis, kelainan tuba, proses penuaan ovarium (indung telur) yang dini dan imunologi infertilitas.

Saat ini, yang sedang giat diperdalam oleh para ilmuwan adalah masalah imunologi infertilitas.

Selain itu, akhir-akhir ini banyak dicoba berbagai cara pengobatan UI, misalnya melalui sediaan imun seperti penggunaan sel darah suami/partner yang disuntikkan, serta zat imunoglobulin yang diberikan secara infus mulai saat sebelum konsepsi, terus dilakukan sampai hamil cukup bulan. Akan tetapi, cara ini sangat mahal, hasilnya pun masih kontroversi, meski ada yang berhasil ada pula yang gagal. Hal ini karena proses kehamilan terlalu kompleks, ilmu pengetahuan baru dapat menguraikannya sedikit saja, masih banyak yang unexplained.

Banyak keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masalah kehamilan. Permasalahan bertambah rumit pada pasien unexplained infertility yang berusia mendekati 40 tahun. Terjadi dilema antara kehamilan dan kemungkinan adanya kecacatan.Tampaknya hanya upaya maksimal, ketenangan, dengan mengambil hikmahnya, dan pasrah kepada Allah merupakan jalan terbaik dalam menghadapi unexplained infertility. (Prof. Dr. dr. A. Biben, Sp.O.G., K-FER /Konsultan fertilitas endokinologi reproduksi).